Tuan Sam Bacile , yang saya sayangkan!
Sebenarnya Anda tidak perlu lari (menghindar) secara misterius bilamana Anda bertanggung jawab terhadap pembuatan film itu. Sebab siapa yang menabur benih, dialah yang akan memanen. Siapa yang menabur angin, akan menuai badai. Hal ini logis dan alami. Anda yang membuat ulah mestinya hanya Anda yang bertanggung jawab terhadap kemarahan umat muslim dunia, bukan malah orang lain yang jadi korban.
Dalam ajaran pituah Bali, hal ini disebut KARMA PALA. Sebab Anda telah berulah, Steven Crist telah meregang nyawa. Karena Andalah , beliau dan beberapa staf kedubes AS di Libya menjadi tumbal fitnah Anda terhadap Nabi kami, Muhammad. Mengapa harus memulai dan terus mengintimidasi umat muslim yang ada di dunia ini dengan mempermainkan simbol-simbol suci keagamaan?
Anda sebagai seorang keturunan Israel dan Amerika mestinya lebih maju dalam pola berpikir demokrasinya. Sebab Amerika dikenal gudangnya demokrasi. Tetapi mestinya juga Anda paham batas-batas toleransi berdemokrasi meski liberal sekalipun. Buktinya di bumi Amerika sendiri , apakah bisa bebas sebebasnya mempermainkan simbol-simbol negara, misalnya! Bisakah orang seenaknya melempar sepatu ke wajah presiden Anda lalu dibiarkan saja tanpa sanksi hukum.
Ternyata tidak, bukan? Presiden Anda adalah kehormatan bagi masyarakat politik Amerika dan bangsa Amerika. Demikian juga simbol – simbol suci keagamaan, yang dijunjung oleh pemeluknya.
Tuan Bacile , yang tidak patut dihormati!
Sebenarnya Anda tidak perlu bersembunyi karena akan lebih menunjukkan kepada ranah publik bahwa Anda pelakunya. Yang membuat film dengan sengaja ditujukan untuk menghina umat muslim. Bahkan Anda menyatakan ini adalah film politik.
Sungguh sangat disayangkan padahal para aktornya tidak tahu menahu bahwa film ini sebagai propaganda anti Islam. Anda yang berbuat, mengapa orang lain yang harus bertanggung jawab. Apakah Anda tidak menyadari bahwa hal-hal semacam ini yang memunculkan kelompok-kelompok teror yang mengatas namakan agama. Pada keadaan semacam ini , sangatlah sulit mana yang terlebih dahulu memulai teror. Anda dan orang-orang yang anti Islam atau orang – orang Islam yang anti semacam Anda yang terlebih dahulu lahir! Ibarat sama susahnya menebak manakah yang terlebih dahulu ada, seekor ayam atau sebutir telur? Maka sebenarnya Anda juga berhak disebut teroris sebab perbuatan Anda tergolong membuat teror.
Secara jujur – bila kita bertanya ke dalam hati nurani - adakah yang tidak bisa melawan kalau dihina, diinjak, dijajah, difitnah, disakiti, dianaktirikan,dan diteror terus menerus ? Cacing pun akan menggeliat kalau disakiti. Cobalah Anda renungkan sebagai manusia yang netral, lihatlah pada kedalaman hati, bukan sebagai seketurunan Israel. Apakah tidak lucu atau menggelitik di mata Anda? Seorang Yaser Arafat ( almarhum) sebagai pimpinan negara Palestina saat itu dilarang berkunjung ke wilayahnya sendiri oleh pimpinan negara lain ( Israel)? Katakanlah dengan contoh lain bahwa presiden Kami, Susilo Bambang Yudhoyono akan berkunjung ke Bali tapi tidak diperbolehkan(dilarang) oleh Presiden Singapura ! Aneh, lucu dan tidak logis, bukan?
Menurut saya : Sesungguhnya, inilah akar permasalahan munculnya para teroris itu. Standar ganda Amerika terhadap kawasan Timur Tengah . Bertahun-tahun konflik Israel – Palestina tidak kunjung selesai. Padahal (konon) Amerika sebagai penengahnya atau juru damainya. Apakah karena rakyat Palestina tidak ada manfaatnya buat Amerika? Sementara itu ,bantuan kepada Pemberontak negara Libya yang Presidennya Qadhafi (saat itu) begitu cepat dan taktisnya sehingga begitu tampak kecanggihan Amerika.
Apakah karena membantu pemberontak dalam menggulingkan Qadhafi sangat penting bagi Amerika?
Hal inilah yang harus dipahami oleh semua orang. Tidak mungkin ada sesuatu tanpa sebab. Hukum sebab akibat adalah keniscayaan. Maka tidak ada cara lain bila kita ingin hidup berdamai dan berbagi damai dengan segenap penghuni bumi ini, yakni menanam kedamaian itu sendiri dengan ikhlas kepada siapapun tanpa predikat suku, agama, ras dan golongan dan kepentingan. Kita harus hidup bersama tanpa harus disamakan satu sama lain. Saling menghormati, saling memahami dalam bingkai toleransi tanpa kooptasi.
Tuan Sam Bacile ! Bila Anda bersikap baik kepada semua orang – tanpa pandang bulu- tentu Anda tidak perlu bersembunyi dan hidup tidak tenang dalam persembunyian identitas Anda.
Akhirnya, maafkanlah atas surat saya ini,bila tidak berkenan di pikiran Anda. Sebab bagi saya , semacam surat ini pun adalah hal yang berdosa bila sampai membuat orang lain tersakiti. Terima kasih, jika mau membaca!
Hormat saya,
Muh Sutrisno – Bali, Indonesia.
Article Information